Selamat Datang Diblog Orang Pinggiran

Translate

About Me

Pengikut

Search

Label

Kamis, 08 November 2012


Ismail Beppa Ladopurab
Hajatan demokrasi di daerah bagaikan memancarkan signal Genderang perang, ajakan politik bergaya silaturrahmi dan sebagainya telah diperdengarkan, sambutan serta dukungan rakyat terus mengalir tetapi muara oligarki semakin kental mengerogoti. Mereka menganggap hal ini adalah sebuah gaya kepemimpinan modern, tetapi ada pula yang menganggapnya sebagai perahu kleptokrasi yang menawarkan kekaraman politik.
Dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, kita masih diperhadapkan pada realitas keberagaman. Ya, keberagaman baik itu selisih maupun silang pendapat tentunya kita melihatnya sebagai kreatifitas bentuk karya, Karena dari situlah kita dibesarkan untuk mendedikasikan segenap kemapuan serta potensi yang kita miliki.
Pada momentum demokrasi reformasi yang telah berjalan kurang lebih 12 tahun setelah lengsernya orde baru, rakyat memilih pemimpin berdasarkan hati nuraninya secara langsung yang dianggap dapat memberikan kehidupan yang lebih baik. Pemimpin yang dipilih tentunya adalah pemimpin yang benar-benar mengenal dan dikenal sebagai top leader yang mampu menyegarkan serta dapat mengayomi melalui program – program pemberdayaan yang menyentuh pada sendi individu masyarakat.
Kedudukan dan peranan pemimpin telah menunjukkan eksistensi lihai untuk sikap menyatakan membangun segenap masyarakat. Kita sadar bahwa sebagai pemimpin pemerintahan yang mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat, maupun   dalam memimpin  organisasi  pemerintah, pemimpin juga harus mampu membawa tatanan kearah yang lebih baik.  Dalam  memimpin  organisasi  pemerintahan, pembangunan  dan pembinaakemasyarakatan,  serta dalam menghadapi  konflik, gejolak da permasalaha pemerintahan,   pemimpin sewajarnya melihat hal itu sebagai tantangan yang harus direspon dan diantisipasi, sekaligus merupakan ujian terhadap kapabilitas dan kompetensi kepemimpinan nya.
Di era reformasi khususnya provinsi papua, peranan demokrasi memberi angin segar mengenai cara serta gaya para pemimpin tanah ini, strategi kepemimpinan yang di implementasikan dalam setiap program pemberdayaan seharusnya mencerminkan kepemimpinan dalam lingkup pemerintahan ideal yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Ada hal yang dianggap baik tetapi ada pula cara serta gaya yang di lihat merupakan satu bentuk diskriminatif. Banyak contoh konkrit sebagai gambaran kita bersama bagaimana system demokrasi di papua masih tumpang tindih dan jauh dari hingar binger kesejahteraan. Pertanyaan selalu muncul dan kenyataan terus terungkap, betapa saat ini kita dirundung sugesti politik yang benar-benar  telah ternodai, jauh dari sebuah harapan untuk terpatri pada ukiran kenyataan yang lebih jelas bagi pemberdayaan serta kesejahteraan, seperti tertibnya penggunaan anggaran, keberadaan dan pengimplementasian Otsus yang tak pernah rampung dan masih banyak lagi soal-soal yang tak terjawab. Mungkinkah ini akibat kepentingan politik yang berkiblat pada asas kepentingan duit. Seyogyanya ada harapan bagi masyarakat papua bahwa demokrasi pilgub bukanlah sebuah proses tuli dan buta, jangan lagi berpura-pura untuk tidak mendengarkan ataupun tak melihat permainan para pemimpin negeri ini. Kita bersama meyakini pada momentum esok hari bukanlah momentum pemilihan sekian banyak perahu bocor untuk digunakan sebagai alat penyebrangan menuju kesejahteraan secara komprehensif. Kita berharap dapat menjadi masyarakat cerdas untuk menciptakan sebuah peluang dengan harapan papua yang baru dan terpuji.
Dalam kajian kasat mata dengan konteks kedaerahan secara nasional, sesungguhnya kita pun dapat mengambil pelajaran dari banyaknya pengalaman para pemimpin negeri ini. Kita harus mengakui bahwa asas demokrasi yang telah diperjuangkan selama ini tidak mudah untuk dipertahankan, demokrasi mulai dari aceh sampai papua masih menyisakan banyak sengketa politik, hal ini terus memberi dampak pada lemahnya kesejahteraan social dan keadilan ekonomi di masing-masing daerah, segelintir orang yang mengatasnamakan regulator demokrasi pun terkesan menyerah pada system demokrasi itu sendiri, padahal mereka terlahir dan hadir dari rahim reformasi penuh independensi, idealnya kita semua mengerti bahwa kondisi saat ini belum sepenuhnya memulihkan pemerataan dalam konteks keberagaman pada setiap porsi kesejahteraan social maupun ekonomi. 

Bersambuuuuung...........

0 komentar:

Posting Komentar

Site search

    Categories

    Unordered List

    More Text