Ismail Beppa Ladopurab |
Hajatan
demokrasi di daerah bagaikan memancarkan signal Genderang perang, ajakan
politik bergaya silaturrahmi dan sebagainya telah diperdengarkan, sambutan
serta dukungan rakyat terus mengalir tetapi muara oligarki semakin kental
mengerogoti. Mereka menganggap hal ini adalah sebuah gaya kepemimpinan modern,
tetapi ada pula yang menganggapnya sebagai perahu kleptokrasi yang menawarkan
kekaraman politik.
Dalam
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, kita masih diperhadapkan
pada realitas keberagaman. Ya, keberagaman baik itu selisih maupun silang
pendapat tentunya kita melihatnya sebagai kreatifitas bentuk karya, Karena dari
situlah kita dibesarkan untuk mendedikasikan segenap kemapuan serta potensi
yang kita miliki.
Pada
momentum demokrasi reformasi yang telah berjalan kurang lebih 12 tahun setelah
lengsernya orde baru, rakyat memilih pemimpin berdasarkan hati
nuraninya secara langsung yang
dianggap dapat
memberikan kehidupan yang lebih baik. Pemimpin yang
dipilih tentunya adalah
pemimpin yang benar-benar mengenal dan
dikenal sebagai
top leader yang mampu menyegarkan
serta dapat mengayomi melalui program – program pemberdayaan yang menyentuh
pada sendi individu masyarakat.
Kedudukan dan peranan
pemimpin telah
menunjukkan eksistensi
lihai untuk sikap menyatakan membangun segenap masyarakat. Kita sadar bahwa sebagai pemimpin pemerintahan yang mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat, maupun
dalam memimpin organisasi pemerintah, pemimpin juga harus mampu membawa tatanan
kearah yang lebih baik. Dalam memimpin organisasi
pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, serta dalam menghadapi
konflik, gejolak dan permasalahan pemerintahan, pemimpin
sewajarnya melihat hal itu sebagai tantangan yang harus direspon dan
diantisipasi, sekaligus merupakan ujian terhadap kapabilitas dan kompetensi kepemimpinan
nya.
Di
era reformasi khususnya provinsi papua, peranan demokrasi memberi angin segar
mengenai cara serta gaya para pemimpin tanah ini, strategi kepemimpinan yang di
implementasikan dalam setiap program pemberdayaan seharusnya mencerminkan
kepemimpinan dalam lingkup pemerintahan ideal yang bersih dari korupsi, kolusi
dan nepotisme. Ada hal yang dianggap baik tetapi ada pula cara serta gaya yang
di lihat merupakan satu bentuk diskriminatif. Banyak contoh konkrit sebagai
gambaran kita bersama bagaimana system demokrasi di papua masih tumpang tindih
dan jauh dari hingar binger kesejahteraan. Pertanyaan selalu muncul dan kenyataan
terus terungkap, betapa saat ini kita dirundung sugesti politik yang
benar-benar telah ternodai, jauh dari
sebuah harapan untuk terpatri pada ukiran kenyataan yang lebih jelas bagi
pemberdayaan serta kesejahteraan, seperti tertibnya penggunaan anggaran,
keberadaan dan pengimplementasian Otsus yang tak pernah rampung dan masih
banyak lagi soal-soal yang tak terjawab. Mungkinkah ini akibat kepentingan politik
yang berkiblat pada asas kepentingan duit.
Seyogyanya ada harapan bagi masyarakat papua bahwa demokrasi pilgub bukanlah
sebuah proses tuli dan buta, jangan lagi berpura-pura untuk tidak mendengarkan
ataupun tak melihat permainan para pemimpin negeri ini. Kita bersama meyakini
pada momentum esok hari bukanlah momentum pemilihan sekian banyak perahu bocor
untuk digunakan sebagai alat penyebrangan menuju kesejahteraan secara
komprehensif. Kita berharap dapat menjadi masyarakat cerdas untuk menciptakan
sebuah peluang dengan harapan papua yang baru dan terpuji.
Dalam
kajian kasat mata dengan konteks kedaerahan secara nasional, sesungguhnya kita
pun dapat mengambil pelajaran dari banyaknya pengalaman para pemimpin negeri
ini. Kita harus mengakui bahwa asas demokrasi yang telah diperjuangkan selama
ini tidak mudah untuk dipertahankan, demokrasi mulai dari aceh sampai papua
masih menyisakan banyak sengketa politik, hal ini terus memberi dampak pada
lemahnya kesejahteraan social dan keadilan ekonomi di masing-masing daerah,
segelintir orang yang mengatasnamakan regulator demokrasi pun terkesan menyerah
pada system demokrasi itu sendiri, padahal mereka terlahir dan hadir dari rahim
reformasi penuh independensi, idealnya kita semua mengerti bahwa kondisi saat
ini belum sepenuhnya memulihkan pemerataan dalam konteks keberagaman pada
setiap porsi kesejahteraan social maupun ekonomi.
Bersambuuuuung...........
0 komentar:
Posting Komentar