Oleh: Habelino Seradora Sawaki, SH
Bersama Grup Diskusi Revolusi Biru
Tadi malam di Markas Besar GERAKAN MAHASISWA PAPUA INDONESIA (GMPI),
tempat saya dan teman-teman biasa berkumpul, kami berdiskusi tentang sebuah
topik yang cukup menarik, yakni KEBERANIAN.
Seorang adik bercerita, bahwa ia selalu mengikuti seminar-seminar
tentang motivasi untuk sukses. Ia juga rajin membeli dan membaca buku tentang
motivasi. Namun tetap saja ia tidak memiliki keberanian untuk mencoba sesuatu
yang baru. Ia mengaku tidak memilikinya sama sekali.
Dari mana datangnya keberanian? Menurut saya keberanian ada didalam
diri kita secara otomatis. Dibekali oleh Tuhan, sebagai naluri dan mekanisme
untuk bertahan hidup. Anggap saja seperti sebuah sistim yang otomatis.
Coba amati fenomena penyu, yang hidup di laut dan ketika akan
bertelur, justru menggali lubang di pantai dan bertelur di sana. Ketika
bayi-bayi penyu itu menetas, dengan serta merta, dan penuh keberanian mereka
berlomba-lomba menuju pantai dan langsung menantang samudra bebas. Langsung
berenang dengan penuh keberanian. Padahal mereka belum mengenal samudra bebas
sama sekali. Tanpa bimbingan ibu dan bapaknya. Semua keberanian itu seolah
dijahitkan oleh Tuhan di dalam setiap sel kehidupan mereka.
Manusia juga sama dan serupa menurut saya. Lihat saja bayi-bayi yang
baru berjalan. Mereka melakukannya dengan penuh keberanian. Tanpa takut jatuh
sekalipun. Paling kalau jatuh mereka menangis dan bangkit kembali. Lalu belajar
berjalan lagi. Begitu seterusnya. Sama seperti penyu, keberanian juga
dijahitkan Tuhan di dalam setiap sel tubuh dan kehidupan kita.
Masalahnya, anda mungkin bertanya, kenapa kita bisa kehilangan
keberanian? Kesalahan kita sendiri sebenarnya, ketika tanpa kita sadari kita
mengajarkan kepada anak-anak atau adik-adik kita untuk menghilangkan keberanian
itu. Perlahan, sistimatis, dan satu demi satu dihilangkan. Misalnya saja, kita
mengajarkan rasa takut kepada anak/adik kita. “Awas, jangan naik-naik, nanti
jatuh!” atau “Jangan ke tempat yang gelap, ada setan!”. Ketika anak/adik
mengenal rasa takut, maka rasa takut itu perlahan-lahan menghapus keberanian
miliknya sedikit demi sedikit.
Bisa jadi seorang anak yang terperangkap cukup jauh dalam selimut
ketakutan akan kehilangan keberaniannya dan berbalik menjadi penakut. Dan
keberanian yang dijahitkan Tuhan pada kita lenyaplah sudah.
Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengembalikan keberanian itu?
Menurut saya, sederhana. Kita terpaksa harus belajar mengembalikan keberanian
itu. Ingatlah bahwa sebuah perjalanan pendek, entah itu cuma 100 meter, atau
perjalanan panjang, sampai 5 km, atau berapa pun panjangnya selalu dimulai
dengan satu langkah awal. Pekerjaan kecil atau besar, akan selalu dimulai
dengan keberanian yang sama untuk benar-benar melakukannya. Bukan sekedar
mimpi. Bukan sekedar angan-angan belaka. Tapi satu langkah awal yang kecil.
Karena sejak kecil kita mulai mendapat pendidikan secara sistimatis,
tentang rasa takut, resiko dan kegagalan, maka bisa jadi keberanian yang kita
miliki menjadi susut. Dan untuk menghadirkannya perlu distimulasi dan
dirangsang kembali. Cara terbaik adalah melatihnya secara naluri. Keberanian
mutlak diperlukan untuk sukses dalam hidup ini. Bayangkan seorang pemimpin
butuh keberanian setiap hari untuk membuat putusan dan tindakan. Tanpa
keberanian seorang pemimpin akan tumpul dan mandul.
Seorang atlit butuh keberanian untuk menciptakan gerakan-gerakan
spektakuler di lapangan agar bisa mengalahkan lawannya. Pengusaha butuh
keberanian untuk berinovasi dan menciptakan daya saing yang lebih ampuh.
Penyanyi dan musisi butuh keberanian untuk ber-improvisasi di panggung, agar
sajian dan penampilan mereka memukau. Dan politisi juga butuh keberanian untuk
hidup lurus, tidak tergoda korupsi. Biarpun di sekelilingnya semua orang rajin berkorupsi.
Hidup benar, jujur, dan adil, juga butuh keberanian. Jadi jangan
heran apabila sebenarnya kita dilahirkan dengan bekal keberanian yang sangat
cukup. Sayangnya kita sendiri yang perlahan-lahan menghapusnya sedikit demi
sedikit. Menurut saya, kalau kita sudah mendapatkan pencerahan tentang
keberanian ini, maka kita perlu melatihnya agar keberanian itu tampil utuh
dalam kehidupan kita. Dimulai dengan disiplin yang sederhana. Misalnya jangan
menunda-nunda dan mengulur sebuah keputusan. Semakin anda tegas dengan
keputusan anda, tabungan keberanian anda akan semakin meningkat. Keberanian
akan tumbuh secara alamiah dan menjadi alat kreatif di dalam hidup.
Keyakinan dan percaya diri, juga menumbuhkan keberanian. Seandainya
kita meyakini kehidupan yang benar, jujur dan adil maka otomatis kita juga akan
berani menghadapi segala macam godaan yang negatif. Keberanian menjadi terang
hidup yang menerangi jalan di depan. Hal terbaik yang saya pelajari, adalah
ketika keberanian mulai hadir dalam kehidupan kita, maka percaya atau tidak,
kita benar-benar 100% mengemudikan hidup kita. Dan itu rasanya luar biasa.
Keberanian menjadi sahabat terbaik kehidupan kita. Ketika keberanian memacu
lalu kita rasakan adrenalin mengalir deras. Hidup menjadi petualangan yang terbaik.